Monday, June 5, 2017

Buku Keempat: Happy Little Soul

(Late Post)

Mulai tahun ini, saya punya target membaca satu buku/bulan. Oleh karena itu, tiap bulan saya beli satu buku yang memang sedang ingin saya baca. Kenapa? Terinspirasi dari bukunya Desi Anwar (Hidup Sederhana), saya ingin belajar fokus ke sini-kini. Saya ngga beli buku banyak-banyak untuk dibaca nanti. Saya pikir, kalau mau bacanya nanti, buat apa dibeli sekarang 😃
 
Bulan April lalu adalah bulan yang sangat sibuk bagi saya. Alhamdulillah. Meskipun capek karena banyak kerjaan yang numpuk dan harus mulai menyesuaikan diri dengan pekerjaan-pekerjaan baru, bulan April akhirnya bisa terlewati 😊 Oleh karena sibuk, akhirnya saya jarang sekali bisa membaca buku. Jadi aja bulan April ngga bisa menyelesaikan satu buku pun. Hehehe. 

Tapi bulan Mei lalu rasanya sudah cukup lowong dan sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan baru. Jadi saya bisa baca buku lagi. Buku pilihan saya di bulan Mei adalah Happy Little Soul karangan Ibuk @retnohening. Saya sudah menunggu sekali buku ini karena saya fans berat Kirana. Hehehe. Ketika saya datang ke Islamic Book Fair bareng Mira, buku ini dijual dengan diskon 20%. Tanpa pikir panjang langsung beli deh. Lumayan, dari Rp 80.000 jadi Rp 68.000. 

Buku ini bahasanya sederhana sekali. Isinya cerita tentang kehidupan sehari-hari ibuk dalam merawat Kirana. Ada cerita tentang pengalaman ibuk sebelum punya Kirana, permainan apa saja yang dimainkan ibuk dengan Kirana ketika usia 0 – 3 tahun, suka duka merawat Kirana, tips-tips sederhana dalam mengajarkan sesuatu pada anak, hingga tips-tips menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang kerjaannya ngga kalah banyak dengan ayah-ayah. 

Selama membaca, rasanya saya banyak tersenyum dan juga mengingat kenangan saya bersama ibu saya sendiri. Saya jadi teringat ketika dulu saya susah makan, pernah ngasih makan jelly ke ibu padahal ibu sedang puasa, main salon-salonan sampai rambut ibu nyangkut-nyangkut disisir (tapi dia ngga marah sama sekali :’) ), inget ketika dimarahin ibu karena saya menyontek pekerjaan teman di sekolah, dikipas-kipas ibu ketika mau tidur, daaaan lain-lain. Hal itu membuat saya merasa “happy” dan bersyukur karena punya ibu sebaik ibu saya. Huhu. 

Overall, menurut saya buku Happy Little Soul tidak hanya berguna untuk ibu-ibu, tapi juga buat ayah-ayah, calon ibu-ayah, serta kakak-kakak/adik-adik yang berminat pada Pendidikan Anak Usia Dini. Salut buat ibuk @retnohening. Bukunya menginspirasi sekali!

Buku Ketiga: Time Keeper



(Late Post)

Alhamdulillah, bulan Maret lalu berhasil lagi selesai membaca satu buku 😊
Buku yang saya baca adalah Time Keeper karangan Mitch Albom (salah satu penulis favorit saya). Buku Time Keeper ini bercerita tentang Father Time (Dor). Father Time adalah orang yang menemukan “waktu” dan dihukum karena berusaha untuk mengukur anugerah Tuhan tersebut. Ia diasingkan ke dalam sebuah gua dalam waktu yang saaaangat lama dan di dalam gua itu ia mendengar suara orang-orang yang meminta tambahan hari, tahun, dsb. Suatu hari, akhirnya, Father Time dibebaskan. Ia diberi sebuah jam pasir dan mendapat kesempatan untuk menebus kesalahannya dengan mengajarkan 2 manusia mengenai makna waktu yang sesungguhnya. Father Time kembali ke dunia, yang saat ini didominasi oleh upaya untuk mengukur waktu, dan melakukan perjalanan dengan 2 orang tersebut. Yang satu adalah remaja perempuan yang ingin mengkahiri hidup (Sarah) dan yang satu lagi adalah seorang pebisnis yang ingin hidup selamanya (Victor). Untuk menyelamatkan dirinya, ia harus bisa menyelamatkan Sarah dan Victor.

Di dalam bukunya, banyak quotes yang menarik antara lain:

“There is a reason God limits our days.”
“Why?”
“To make each one precious.”

“As children grow they gravitate to their fates.”

“We all yearn for what we have lost. But sometimes we forget what we have.”

“Sometimes, when you are not getting the love you want, giving makes you think you will.”

“Man invents nothing God did not create first.”

But the complexity of their worlds was baffling. Dor came from a time before the written word, a time when if you wished to speak with someone, you walked to see them. This time was different. The tools of this era –phone, computers– enabled people to move at a blurring pace. Yet despite all they accomplished, they were never at peace. They constantly checked their devices to see what time it was-the very thing Dor had tried to determine once with a stick, a stone, and a shadow.

“Why did you measure the days and nights?”
“To know.”
Sitting high above the city, Father Time realized that knowing something and understanding it were not the same thing.

“When hope is gone, time is punishment.”

“Magic came from the gods. And when the gods touched something, the normal became the supernatural, the simple became the wondrous.”

“Once we began to chime the hour, we lost the ability to be satisfied. There was always a quest for more minutes, more hours, faster progress to accomplish more in each day. The simple joy of living between sunrises was gone. Everything man does today to be efficient, to fill the hour? It doesn’t satisfy. It only makes him hungry to do more. Man wants to own his existence. But no one owns time. When you are measuring life, you are not living it.”

Di buku ini Mitch Albom bergantian menuliskan cerita Dor, Sarah, dan Victor. Masing-masing cerita pun menarik. Isinya tentang cerita mereka sehari-hari, tapi entah kenapa si Mitch (sok akrab) bisa mengaitkan cerita tersebut dengan hal-hal yang bermakna. Seperti yang tertuang di quotes yang saya tulis. Jadi saya seneng aja bacanya :D Hehehe.

Okelah, sekian dulu.