Friday, March 3, 2017

Buku Kedua: Hidup Sederhana

Ini adalah buku kedua yang saya baca tahun ini. Jadi ceritanya, waktu itu saya sedang iseng main ke Gramedia dan ngga ada niat beli buku sama sekali. Pengen liat-liat aja. EH, ternyata hari itu saya malah beli 2 buku. Hehehe.
Salah satu dari buku yang saya beli adalah buku Hidup Sederhana karangan Desi Anwar. 

Begini tampilan bukunya. Daftar isi bukunya tertulis di cover buku ini.


Sebelum saya beli ini buku, saya sempat baca-baca sedikit (ada buku sample yang bisa dibaca) kemudian jadi tertarik untuk beli karena ngerasa “ringan” pas baca. TERNYATA, memang bukunya bagus :)

Buku ini mengupas tentang berbagai aspek hidup, mulai dari pengasuhan orangtua, pertemanan, kesedihan, bagaimana bangkit dari ketakutan, menyadari apa yang kita makan, tentang beli barang, tentang hewan peliharaan, tentang bersyukur, dan lain-lain. Kemudian, membaca buku ini juga membawa saya “jalan-jalan” plus refleksi diri. Saya jadi merasa jalan-jalan karena di dalam buku ini ada banyak sekali foto yang diambil oleh Desi Anwar saat dirinya jalan-jalan. Foto-foto yang disajikan sebagian besar foto situasi sehari-hari di suatu tempat. Ada foto orang etnis tertentu dengan pakaian tradisionalnya, foto candid seniman di depan karya-karyanya, foto karya seni, foto pemandangan, bahkan foto sandal jepit. Hahaha. Membaca buku ini juga membawa saya untuk melakukan banyak refleksi diri terhadap hidup saya sehari-hari. Pokoke, setelah baca buku ini, saya jadi ngerasa lebih sadar akan apa yang sedang saya alami dan jadi lebih "ringan" aja. 

Oh ya, ini bagian favorit saya dari buku Hidup Sederhana yang waktu itu bikin saya kepincut untuk beli. Hehe.  

MENGGENGGAM HARI INI – CARPE DIEM
Yang lucu tentang pikiran itu adalah bahwa pikiran selalu bekerja. Pikiran itu seperti mesin yang tidak pernah mati, bahkan tanpa seorang pun yang menjalankannya. Bahkan ketika tubuh sudah lelah dan kita sudah kehabisan obrolan, pikiran masih saja tidak kunjung lelah, merencanakan, memikirkan, dan mengomentari setiap hal, baik yang nyata maupun yang hanya rekaan. Pikiran terjebak dalam kecemasan, dalam pertanyaan-pertanyaan, dalam dugaan-dugaan; terperangkap dalam pengandaian “bagaimana kalau dan tetapi” serta memutar ulang kejadian lampau berulang kali. Dan apa hasilnya?

Sering kali hasilnya adalah mencegah kita melihat kehidupan ini seperti apa adanya dan membuat kita tak melihat apa yang ditawarkan kehidupan kepada kita. 

Kemudian Desi Anwar bercerita tentang keponakannya yang memiliki formula ajaib (bagian ini diedit sedikit biar lebih singkat), yaitu: “merayakan setiap hari dan menikmati setiap detiknya.” Keponakannya bukan orang yang suka merenungkan pertanyaan-pertanyaan besar kehidupan, seperti apa makna hidup, siapakah kita, dan hendak ke manakah kita dalam hidup ini. Bagi keponakannya, pertanyaan-pertanyaan itu sama saja seperti menikmati hutan dengan cara mengamati pohon-pohonnya, sementara dia lebih suka menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di hutan ketimbang memeriksa kulit kayu satu demi satu di tiap pohon. 

Bukannya dia tidak mau mempertimbangkan atau merenungkan berbagai hal, tetapi bakatnya adalah kemampuan untuk memfokuskan pikiran pada hal-hal yang harus dilakukan serta cara melakukannya, dengan demikian dia bisa mengarahkan pikiranna secara jelas ke suatu tujuan, dan bukannya membiarkan proses berpikir itu menyimpang ke mana-mana yang pada akhirnya akan membuatnya tersesat dan waktunya terbuang percuma. 

Tidak pula ia menjalani hidup secara buta dengan kepolosan atau sikap optimistisnya. Sebaliknya, sikapnya adalah menjalani hidup sepenuhnya dari detik ke detik, tanpa mencemaskan masa depan, menyesali masa lalu, dan terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan metafisika yang jawaban pastinya tak akan pernah ia dapatkan. 

Dengan merayakan hidup setiap hari dan merebut berbagai peluang yang menghampirinya, dia merasa telah menjalani hidup dengan cara yang memang sudah pas untuknya. Dia tidak ingin terlalu banyak menganalisis tentang hidup dan bagaimana seharusnya hidup itu dijalani.
 
Akhir kata, buku ini sangat saya rekomendasikan karena tutur bahasanya ringan, sederhana, tapi maknanya mendalam. Banyak sekali pelajaran hidup yang bisa dipetik dari buku ini dan menurut saya cocok sebagai inspirasi bagi yang selama ini hidupnya "nowhere" (karena suka kepikir yang lalu-lalu atau justru kepikir masa depan) berubah menjadi "here-now". 
 

No comments:

Post a Comment